#MyDailyVirtue 10: Be calm, please.

Entah mengapa, kalau perkara perjalanan, saya sering mengalami banyak cobaan. #halah

Cobaan karena kesalahan sendiri, sih. Sering nggak persiapan, terburu-buru, telat, salah naik bis karena ngk teliti, dsb dsb.

Tapi, walau sudah persiapan pun, biasanya ada aja cobaannya. Misalnya, saya sudah berangkat tepat waktu, sudah packing barang dengan rapi, mengecek berkali-kali, menyesuaikan jadwal bis dan kereta, lalu mengecek apakah tiket sudah di tempat yang gampang dijangkau. Tapi, ketika mau keluar dari stasiun (beberapa stasiun di sini seperti stasiun kereta di Indo, yang pakai palang dan harus scan tiket agar palangnya terbuka), berkali-kali saya scan tiket kok palangnya nggak bisa terbuka juga.

Sampai akhirnya seorang petugas menghampiri saya dan mengecek tiketnya, ternyata itu tiket kereta bekas seminggu lalu! Pantes aja palangnya nggak mau kebuka. XD

Jadi, saat itu kebetulan suami turun di kota yang berbeda dengan saya, dia turun duluan dan menyerahkan salah satu tiket untuk saya keluar nanti di stasiun (biasanya yang pegang tiket memang beliau, karena saya lebih slebor, eheheh). Ternyata, tiket yang diberikan suami adalah tiket dari minggu lalu. XD

Begitulah, saya terancam terkunci di stasiun sebelum mendapat tiket yang sebenarnya untuk perjalanan hari itu. Maka, saya pun berterima kasih pada sang petugas, kemudian bilang bahwa saya akan menelepon partner perjalanan saya dan menunggu dia datang.

Untungnya, petugasnya baik. Dengan wajah ramah dia mempersilakan saya keluar menggunakan kartu khusus miliknya. Duh, lega sekali saya.

Nah, kali ini, karena tidak ingin kejadian seperti itu terulang terus menerus, saya berusaha lebih teliti. Setelah memastikan jadwal bis dan kereta, saya berangkat lebih awal. Eh, ternyata bisnya telat. Okelah, saya jalan ke halte satunya yang sama-sama untuk menunggu bis ke arah stasiun.

Di sana, dapatlah bisnya, tapi tetap telat. Dan saya terancam ketinggalan kereta.

Dalam hati saya menenangkan diri sendiri. Tenang, plis, tenang. Kalem dulu. Coba cari alternatif lain kalau kereta yang itu keburu jalan.

Periksa-periksa di google, ternyata ada kereta setengah jam setelahnya. Tapi kok rutenya disuruh muter-muter? Turun berkali-kali dan ganti kereta di beberapa tempat, padahal biasanya cuma sekali transit. Ah, yasudahlah, saya pikir, lihat nanti saja di stasiun.

Sampai di stasiun, kereta yang harusnya sudah berangkat itu ternyata masih ada! Wah tumben banget ini. Di papan display terlihat keterangan: kereta ke arah anu, terlambat lima menit. Begitu.

Dengan penuh rasa syukur saya pun langsung melompat (gak lompat-lompat banget sih, karena bawa koper) ke dalam kereta.

Tapi, setengah jam kemudian. Lho, kok keretanya ga berangkat-berangkat juga?

Lalu terdengarlah pengumuman–yang payahnya sulit saya mengerti krn dalam bhs belanda–bahwa intinya jalur keretanya ada gangguan.

Beberapa penumpang langsung menghambur turun, mungkin mencari kereta lain. Tapi, saya masih bengong. Masalahnya, kalau kereta yang ini aja belum berangkat, artinya kereta yang setengah jam kemudian pun belum diberangkatkan. Dan berarti seharusnya nggak ada alternatif kereta lain untuk ke arah yang saya tuju. Kecuali, harus berkali-kali naik turun dan agak muter. Sedangkan saya bawa koper yang cukup berat, jadi ribet kalau naik turun.

Tapi, kalau ternyata ada kereta lain yang direct dan udah mau berangkat gimana dong, rugi saya kalau tetap menunggu di sini. Maka, saya pun mau grasa-grusu ikutan turun, tapi kali ini saya pikir, tenang dulu. Tenang… tanya dulu yang bener.

Akhirnya saya bertanya pada Ibu-ibu yang lewat, apakah ada kereta lain ke kota yang saya tuju. Lalu dia bilang, ada, tapi harus turun di kota-kota kecil dan transit beberapa kali.

Saya bertanya dia ke mana tujuannya, dan ternyata memang hanya ke kota yang jaraknya satu stasiun setelah ini. Untuk ke kota itu memang banyak kereta yang melewatinya. Jadi, kebanyakan penumpang yang turun adalah penumpang dengan tujuan yang lebih pendek.

Akhirnya saya menarik napas lega dan memutuskan menunggu. Tidak apa-apa terlambat setengah jam lagi. Saya bisa sambil baca-baca novel di hp.

Begitu buka hape, ya ampun, baterenya tinggal 10%! Oke baiklah, saya bawa powerbank kok. Lho, kok ga ngisi? Ya ampun, powerbanknya lupa dicas!

*tetep aja rempong

Maka, saya pun lagi-lagi merapal mantra, tenang…tenang, yang penting kabari dulu pada yang bersangkutan bahwa kamu kemungkinan akan telat. Jadi nanti kalau hp mati kamu nggak dikira hilang di tengah jalan.

Lalu, saya pun memasukkan lagi hp ke tas agar irit batere, dan memutuskan bengong saja menunggu setengah jam. Namun, satu jam kemudian…keretanya belum jalan juga, XD

Singkat kata, saya terlambat dua setengah jam dari waktu yang diperkirakan. Perjalanan yang harusnya 3,5 jam menjadi hampir 6 jam. Berkali-kali keretanya berhenti agak lama di stasiun, dan berkali-kali pula orang misuh karena terlambat mengejar bis atau kereta berikutnya.

Memang, secara umum transportasi di sini biasanya tepat waktu. Jadi, keterlambatan macam ini cukup membuat penumpang gusar.

Tapi, pada akhirnya, saya pikir memang selalu ada hal-hal yang di luar rencana. Sebaik apapun persiapan kita. Dan, berhubung kali ini persiapan saya sudah lumayan lah dibanding biasanya–walau lupa ngecas powerbank, maka tak ada lagi yang bisa dilakukan selain be calm, dan cukup lakukan apa yang perlu.

Ya sudah, setelah mengabari bahwa saya akan telat, akhirnya saya memutuskan tidur di kereta. #heh

4 comments

    • Iya, betul banget…dalam hal transportasi, sepertinya kesabaran kita sudah teruji, tan… Bahkan menurut aku mah harusnya yang punya SIM Indonesia itu lulus menyetir di negara mana pun, karena sudah lulus dengan ujian jalanan yang demikian nganu, tan… >.<

      Suka

Tinggalkan komentar